Ucapan - ucapan itu lagi.
Haduh, Yon.
Agak malas aku nulis tentang hal ini, karena sudah terlalu jelas, tidak perlu didengan, tiap tahun dibahas lagi. Eh, tapi mungkin ini yang biasa disebut dengan tidak bisa terlihat / terdengar karena sudah biasa? Baik mari kita bahas karena Bapak juga mengingatkan untuk selalu mengingat.
Jadi, begini kamu tahu kan kemarin itu tanggal 25 Desember? Ya itu hari Natal bagiku yang nasrani, dan selalu itu, muslimku yang lain, yaitu yang mayoritas itu saling bersiteru mengenai larangan mengucapkan selamat, tapi, tahun ini aku diberi hal baru teruntuk kulihat. Jadi begini..
Perihal Satu : Apa kedua belah pihak saling meminta untuk diucapkan? Nggak kan? Ini juga berlaku sebaliknya bagi nasraniku ketika aku yang muslim sedang hari raya. Kecuali, jika ingin meminta maaf dan berbalas sapa untuk silaturahmi. Sepengetahuanku juga sepengalamanku, ucapan itu cuma bertahan paling lama juga seminggu, itupun karena berdekatan dengan tahun baru. Begitu udah diucapkan, selesai, udah, dan itu diributkan? Dasar..
Perihal Satu titik Dua : Oke, coba amati, Yon. Siapa yang paling sering memberi ucapan itu? Kalau sahaya boleh berpendapat itu toko - toko dan perusahaan ya? Betul, dinda. Tidak hanya itu sebenarnya, disetiap hari mereka mengucapkan, yang bertujuan untuk nanti kulanjutkan ke Perihal Dua.
Perihal Dua : Saling - saling mengucapkan itu jadi terasa MUNAFIK menurutku, jadi seperti nggak enak kalau nggak ngucapin ah, sungkan. Wey! Yang diperbolehkan teruntuk sungkan itu ya orang yang salah dan orang munafik. Coba liat perusahaan" yang mengucapkan, kamu kira mereka mengucapkan tulus? Kurasa tidak, kalau nggak sekalian iklan ya sekalian mengajak konsumen untuk berbelanja yang kurasa itu tidak berbeda dengan iklan yang sudah kukatakan tadi.
Perihal Tiga (dan kurasa ini cukup penting) : Sejauh mana, sih, toleransi itu? Apa nggak ngucapin itu sudah melanggar asas toleransi antar umat beragama? Nggak. Penting? Nggak juga. Terseringkali bahwa sebenarnya kita terlalu melihat hal sepele karena lebih mudah untuk melihat. Kita kurang mau membuka mata lebih lebar lagi untuk melihat, ini aku ngucapin, oke, tapi kualitas ibadahku gimana? sudah tepat waktu dan di masjid sholatnya? dan untuk nasraniku sudah rajinkah ke gereja dan mempelajari al - kitab untuk diterapkan? Begitu juga untuk aku yang budha, hindu, taoisme, dll dll.
Oke sekian dulu, salam sayang damai selalu.
Dyon.
Agak malas aku nulis tentang hal ini, karena sudah terlalu jelas, tidak perlu didengan, tiap tahun dibahas lagi. Eh, tapi mungkin ini yang biasa disebut dengan tidak bisa terlihat / terdengar karena sudah biasa? Baik mari kita bahas karena Bapak juga mengingatkan untuk selalu mengingat.
Jadi, begini kamu tahu kan kemarin itu tanggal 25 Desember? Ya itu hari Natal bagiku yang nasrani, dan selalu itu, muslimku yang lain, yaitu yang mayoritas itu saling bersiteru mengenai larangan mengucapkan selamat, tapi, tahun ini aku diberi hal baru teruntuk kulihat. Jadi begini..
Perihal Satu : Apa kedua belah pihak saling meminta untuk diucapkan? Nggak kan? Ini juga berlaku sebaliknya bagi nasraniku ketika aku yang muslim sedang hari raya. Kecuali, jika ingin meminta maaf dan berbalas sapa untuk silaturahmi. Sepengetahuanku juga sepengalamanku, ucapan itu cuma bertahan paling lama juga seminggu, itupun karena berdekatan dengan tahun baru. Begitu udah diucapkan, selesai, udah, dan itu diributkan? Dasar..
Perihal Satu titik Dua : Oke, coba amati, Yon. Siapa yang paling sering memberi ucapan itu? Kalau sahaya boleh berpendapat itu toko - toko dan perusahaan ya? Betul, dinda. Tidak hanya itu sebenarnya, disetiap hari mereka mengucapkan, yang bertujuan untuk nanti kulanjutkan ke Perihal Dua.
Perihal Dua : Saling - saling mengucapkan itu jadi terasa MUNAFIK menurutku, jadi seperti nggak enak kalau nggak ngucapin ah, sungkan. Wey! Yang diperbolehkan teruntuk sungkan itu ya orang yang salah dan orang munafik. Coba liat perusahaan" yang mengucapkan, kamu kira mereka mengucapkan tulus? Kurasa tidak, kalau nggak sekalian iklan ya sekalian mengajak konsumen untuk berbelanja yang kurasa itu tidak berbeda dengan iklan yang sudah kukatakan tadi.
Perihal Tiga (dan kurasa ini cukup penting) : Sejauh mana, sih, toleransi itu? Apa nggak ngucapin itu sudah melanggar asas toleransi antar umat beragama? Nggak. Penting? Nggak juga. Terseringkali bahwa sebenarnya kita terlalu melihat hal sepele karena lebih mudah untuk melihat. Kita kurang mau membuka mata lebih lebar lagi untuk melihat, ini aku ngucapin, oke, tapi kualitas ibadahku gimana? sudah tepat waktu dan di masjid sholatnya? dan untuk nasraniku sudah rajinkah ke gereja dan mempelajari al - kitab untuk diterapkan? Begitu juga untuk aku yang budha, hindu, taoisme, dll dll.
Oke sekian dulu, salam sayang damai selalu.
Dyon.
Comments
Post a Comment