Membahas Permendikbud 49/2014
Poster penelitianku, belum revisi Pak Pur tentu saja, ha ha ha |
Permendikbud 49 tahun 2014 ini beberapa waktu lalu sempat ramai dibicarakan, kenapa? Karena media yang lebay tentu saja. Sempat ramai di twitter karena batas maksimal jenjang pendidikan S-1 sampai 4 tahun saja. Bayangkan. Padahal, mah, berdasarkan peraturannya dikasih kelonggaran sampai 5 tahun.
Peraturan baru ini bukan sekedar hasil tanpa melalui proses pemikiran yang matang, jelas benar - benar telah dipikirkan oleh para ahli dibidangnya, bolehlah saya simpulkan seperti itu, dengan mengacuhkan apabila ada permasalahatan mengenai kepentingan, Yon. Oh iya, isi Permendikbud itu bisa dilihat di sini kalau kamu mau.
Namun, masih ada beberapa hal yang saya bingungkan, peraturan ini apa sudah berdasarkan diskusi dan konsultasi dengan para pelaksana peraturan ini? Para mahasiswa itu sendiri maksud saya. Yeah!
Kampus saya sendiri sepertinya memang lebih jago dari pemerintah. Jauh sebelum peraturan ini diresmikan, kampus saya sudah menerapkan sistem harus lulus cepat. Sanksi bagi mereka yang harus melanjutkan studi lebih dari 4 tahun adalah SPP Progresif. *Wow progresif! Nama yang keren*. SPP Progresif adalah penerapan tambahan biaya sejumlah berapa persen dari total SPP awal, dan dendanya semakin tinggi seiring bertambahnya semester yang perlu diikuti, tidak usah kujelaskan pasti kalian sudah tahu. Alhamdulillah saya sendiri kena. Sedih.
Perlakuan sanksi ini juga bisa dihindari apabila kalian aktif dalam berorganisasi, silahkan menghubungi bagian akademik maka kalian bisa bebas, tapi ya sosialisasinya itu yang masih saya sesalkan. Kembali ke topik utama, kira - kira apa yang pertama kali terfikir olehmu, Yon, selaku mahasiswa setelah mendengar peraturan ini. Bolehlah kutebak, kira - kira seperti ini:
1. Dosen killer pasti makin berkuasa, neh.
2. Makin susah kegiatan ekstra kampus kayanya sih, harus kebut 24 sks terus, kalo ip turun bisa berabe ga bisa ambil sks full.
3. Gimana temen - temen yang kuliah nyambi kerja ya?
4. Apa kabar temen - temen yang ngambil penelitian yang sangar? Pasti penelitiannya lama, kan.
Benar - benar menjengkelkan.
Tidak usah membahas DO dulu, rekan - rekan saya dengan penelitian sampai 8 bulan, mengambil penelitian menarik mengenai pemanfaatan sifat fungsional protein pada jeroan sapi, *masih keren penelitian saya tapi, yeyeah!* masih harus menghadapi kemungkinan membayar SPP Progresif. Padahal, faktor penelitian lama, kami harus menemui banyak dosen yang juga pasti lebih sibuk dan di semester ini kami tinggal mengurus skripsi saja, untuk saya tinggal ujian dan rekan saya cuma tinggal revisi! Harus membayar SPP full + bonus denda. Alhamdulillah.
Oh iya, kemarin sempat maju ke PD 2 mengenai masalah SPP Progresif ini, menyampaikan masalah penelitian ini dan kurang lebih mendapatkan respon dengan kesan salah sendiri mengambil penelitian yang lama. Geregetan. Padahal penelitian yang baik adalah yang bisa diaplikasikan, diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, bukan cuma sekedar untuk prasyarat untuk lulus. AAAAAAAAAAAAAAAAAAA.
Kalau kata bapak Dirjen Dikti, yaitu bapak Djoko Santoso di sini, pengurangan jatah waktu kuliah ini agar mengatasi masalah kemungkinan terjadinya ketertinggalan kurikulum.
Hah.
Mungkin, kita perlu menelaah kembali definisi sesungguhnya dari Mahasiswa, siswa yang di "Maha" kan. Apakah hanya sebagai jembatan agar seseorang mampu bekerja dan diterima di lingkungan sosial ? Sebatas itu kah ?
Oleh aku yang masih sedih dan geregetan untuk waktu yang tidak akan lama, salam hangat.
Dyon.
Comments
Post a Comment