Review: Bekisar Merah dan Belantik
Mari kita ulas sedikit tentang dua buku yang baru beberapa hari lalu saya habiskan.
Pertama saya ingin menyampaikan rasa syukur karena Bapak bukan penganut paham habis selesai buku lalu dijual, karena beberapa koleksi bukunya, seperti kedua buku ini, masih bisa saya nikmati sampai sekarang.
Baiklah, bagi yang belum tahu siapa Ahmad Tohari silahkan disimak dahulu disini and here's a trivia: rupanya, selain sastrawan, beliau juga boleh disebut sosok pemerhati dunia pertanian. So, my fellow agriculture friends, instead of inviting someone from bureaucracy to your seminar, I think it would be wiser to invite him.
Sebenarnya, buku Ahmad Tohari yang direkomendasikan oleh Bapak adalah trilogi (atau sepertinya akan jadi tetralogi) Ronggeng Dukuh Paruk, namun karena takut akan adanya kekecewaan akibat ekspektasi yang cukup besar maka saya putuskan baca dualogi ini dulu. Something good can be saved for later.
Bekisar Merah:
Membaca buku ini memberikan kesan luar biasa pada set cerita yang indah. Buku ini secara umum berkisah tentang kehidupan masyarakat di desa Karangsoga, dengan alur mengikuti beberapa tokoh utama yang tidak akan saya ceritakan. Penyampaian set yang bagus, saya rasa, dapat membuat orang-orang yang pernah hidup di desa mengingat kembali secara lebih gamblang bagai\mana rasanya dulu. Dilain pihak, bagi yang belum pernah tinggal di desa, buku ini dapat memberikan gambaran bagaimana kondisi lingkungan di desa itu sendiri. Meskipun kualitas kertas masih bisa dibilang buruk, membaca Bekisar Merah tetap dapat memberikan kesenangan dalam menyelami kisah-kisahnya.
Belantik:
Jika dualogi ini diawali dengan penyampaian set yang bagus oleh Bekisar Merah maka pada Belantik saya merasakan terjadinya degradasi set. Sepertinya keahlian bapak Ahmad Tohari ini menggambarkan set cerita di pedesaan terlalu bagus sehingga buku kedua yang memasang set di perkotaan dan luar negeri terasa hambar, bahkan sampai akhir cerita. Alur ceritanya juga terasa terburu-buru, entah beliau disegerakan oleh editor atau bagaimana saya tidak tahu, tapi melihat profil bapak Ahmad Tohari yang disiplin waktu ya mungkin alasan disegerakan bukan kemungkinan yang tepat.
-
Secara keseluruhan kedua buku ini menyenangkan untuk dibaca. Buku ini, kalau boleh saya sebut, merupakan buku roman yang secara langsung bisa menggambarkan kondisi perpolitikan kala itu. Ronggeng Dukuh Paruk will be my next reading to do.
Dyon.
Comments
Post a Comment