Kecacatan Konsep Pemikiran "Cek Track Record"
source: human.nl |
"Silakan diperiksa track record-nya!", merupakan konsep pemikiran dimana kita dituntut untuk mengecek histori seseorang untuk menentukan apakah seseorang itu "baik" atau "buruk". Konsep pemikiran seperti ini begitu kentara pada hari raya politik kemarin. Saya sendiri menganut konsep pemikiran tersebut selama proses perpolitikan berlangsung. Seperti yang sudah diketahui, Anies Baswedan merupakan salah satu tokoh politik anutan saya yang, dalam pernyataan politisnya, mengucapkan banyak hal untuk mendukung orang-orang dengan track record yang baik.
Jika ditarik lebih jauh, sebenarnya konsep pemikiran ini memang sudah umum berlanku dibenak kita sebagai orang Indonesia, sebut saja penentuan "bibit-bebet-bobot"-nya suku Jawa dalam mencari jodoh sebagai contoh. Saya juga yakin, secara tidak langsung mayoritas dari kita juga menggunakan konsep pemikiran demikian sebelum menentukan banyak pilihan. Namun, setelah dipikir lagi, sebenarnya konsep pemikiran seperti ini masih memiliki kecacatan, terutama jika dikaitkan dengan humanisme.
Cek Track Record dan Humanis.
Begini, Yon, hasil yang diperoleh melalui konsep pemikiran "pengecekan track record" adalah sebuah praduga. Praduga ini didasari oleh konsep kausalitas, dimana kita akan mengambil data histori seseorang kemudian kita simpulkan menjadi sebab, lalu kita menduga akibat apa yang mungkin akan terjadi berdasarkan sebab yang sudah disimpulkan. Bedanya, ketika metode kasualitas merupakan prinsip yang sudah dipastikan kebenaran hasilnya, karena masih merupakan praduga, konsep pemikiran ini sebenarnya hanya menghasilkan hipotesa saja.
Sampai disitu kamu akan tahu mengapa pemikiran cek track record bisa menjadi masalah dalam pengambilan keputusan dan bersebrangan dengan asas humanis kita sebagai manusia. Masalah yang sudah nyata terlihat adalah bahwa konsep pemikiran ini cenderung mengakibatkan pada fanatisme dan keangkuhan, angkuh karena orang yang pernah melakukan kesalahan di "cap" akan selalu bertindak salah kedepannya. Hipotesanya akan menjadi seperti ini "Orang yang dulunya berlaku baik, maka kedepan akan cenderung bertindak baik. Dilain pihak, yang dulu melakukan kesalahan maka kedepan akan cenderung melakukan kesalahan lain".
Konsep itu tidak sepenuhnya salah, Yon, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Hanya saja ketika konsep pemikiran itu tertanam terlalu dalam maka kamu masih akan terkaget ketika tahu ada kasus seorang ustadz yang menyolong mangga misalnya, atau bahkan seorang mantan napi yang membantu anak kecil menyebrang jalan. Kamu masih kagetpun tidak masalah, yang menjadi masalah adalah jika egomu melakukan pembenaran terhadap hipotesa, bukan mengoreksi hipotesa yang ada. Maka disanalah awal mula kesalahan akan berlanjut dan berujung pada pelanggaran kemanusiaan.
Tambahan
Ada hal yang cukup menarik, Yon. Ketika belum selesai menyampaikan ini kepadamu aku sempat dimintai tolong untuk mengulas beberapa artikel. Artikel dibidang teknik pembangunan dan bagaimana lingkungan sosial ditarik serta dibahas melalui ilmu eksak pada artikel tersebut menarik perhatianku. Nah, sederhananya begini, artikel tersebut menjelaskan metode penyelidikan akar masalah akan setiap kejadian yang terjadi. Salah satu teknik yang dibahas adalah teori domino dari Heinrich. Yes, setiap hal selalu berhubungan satu sama lain, jika kamu menganalogikan seperti jalur konstelasi, Heinrich menggambarkan seperti tatanan domino yang dijatuhkan. Kurasa, metode penyelidikan akar masalah dari suatu kejadian jauh lebih baik dibandingkan konsep cek track record. Lapar adalah hal yang manusiawi, ketika konsep pemikiran cek track record membandingkan orang yang makan dengan membeli nasi dan yang mencuri mangga, konsep penyelidikan mencari alasan kenapa sesorang mampu membeli nasi dan mengapa orang yang lain sampai harus mencuri mangga.
Dyon.
Jika ditarik lebih jauh, sebenarnya konsep pemikiran ini memang sudah umum berlanku dibenak kita sebagai orang Indonesia, sebut saja penentuan "bibit-bebet-bobot"-nya suku Jawa dalam mencari jodoh sebagai contoh. Saya juga yakin, secara tidak langsung mayoritas dari kita juga menggunakan konsep pemikiran demikian sebelum menentukan banyak pilihan. Namun, setelah dipikir lagi, sebenarnya konsep pemikiran seperti ini masih memiliki kecacatan, terutama jika dikaitkan dengan humanisme.
Cek Track Record dan Humanis.
Begini, Yon, hasil yang diperoleh melalui konsep pemikiran "pengecekan track record" adalah sebuah praduga. Praduga ini didasari oleh konsep kausalitas, dimana kita akan mengambil data histori seseorang kemudian kita simpulkan menjadi sebab, lalu kita menduga akibat apa yang mungkin akan terjadi berdasarkan sebab yang sudah disimpulkan. Bedanya, ketika metode kasualitas merupakan prinsip yang sudah dipastikan kebenaran hasilnya, karena masih merupakan praduga, konsep pemikiran ini sebenarnya hanya menghasilkan hipotesa saja.
Sampai disitu kamu akan tahu mengapa pemikiran cek track record bisa menjadi masalah dalam pengambilan keputusan dan bersebrangan dengan asas humanis kita sebagai manusia. Masalah yang sudah nyata terlihat adalah bahwa konsep pemikiran ini cenderung mengakibatkan pada fanatisme dan keangkuhan, angkuh karena orang yang pernah melakukan kesalahan di "cap" akan selalu bertindak salah kedepannya. Hipotesanya akan menjadi seperti ini "Orang yang dulunya berlaku baik, maka kedepan akan cenderung bertindak baik. Dilain pihak, yang dulu melakukan kesalahan maka kedepan akan cenderung melakukan kesalahan lain".
Konsep itu tidak sepenuhnya salah, Yon, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Hanya saja ketika konsep pemikiran itu tertanam terlalu dalam maka kamu masih akan terkaget ketika tahu ada kasus seorang ustadz yang menyolong mangga misalnya, atau bahkan seorang mantan napi yang membantu anak kecil menyebrang jalan. Kamu masih kagetpun tidak masalah, yang menjadi masalah adalah jika egomu melakukan pembenaran terhadap hipotesa, bukan mengoreksi hipotesa yang ada. Maka disanalah awal mula kesalahan akan berlanjut dan berujung pada pelanggaran kemanusiaan.
Tambahan
Ada hal yang cukup menarik, Yon. Ketika belum selesai menyampaikan ini kepadamu aku sempat dimintai tolong untuk mengulas beberapa artikel. Artikel dibidang teknik pembangunan dan bagaimana lingkungan sosial ditarik serta dibahas melalui ilmu eksak pada artikel tersebut menarik perhatianku. Nah, sederhananya begini, artikel tersebut menjelaskan metode penyelidikan akar masalah akan setiap kejadian yang terjadi. Salah satu teknik yang dibahas adalah teori domino dari Heinrich. Yes, setiap hal selalu berhubungan satu sama lain, jika kamu menganalogikan seperti jalur konstelasi, Heinrich menggambarkan seperti tatanan domino yang dijatuhkan. Kurasa, metode penyelidikan akar masalah dari suatu kejadian jauh lebih baik dibandingkan konsep cek track record. Lapar adalah hal yang manusiawi, ketika konsep pemikiran cek track record membandingkan orang yang makan dengan membeli nasi dan yang mencuri mangga, konsep penyelidikan mencari alasan kenapa sesorang mampu membeli nasi dan mengapa orang yang lain sampai harus mencuri mangga.
Dyon.
Comments
Post a Comment